Andreas Harsono : Agama Saya Adalah Jurnalisme

Andreas Harsono : Agama Saya Adalah Jurnalisme
Andreas Harsono saat berfoto bersama PPMI - Ist
Lpm-papyrus.com - Musyawarah Kerja Nasional Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (MUKERNAS PPMI) ke-12, tahun ini digelar di kota Ponorogo, tepatnya di hotel Family kawasan objek wisata Telaga Ngebel. Agenda nasional pers mahasiswa tersebut digarap oleh Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) yang tergabung dalam PPMI Dewan Kota Madiun.

Serangkaian agenda para mahasiswa didikan persma tersebut dikemas dengan beberapa gelaran acara, salah satunya bedah buku "Agama Saya Adalah Jurnalisme" karya Andreas  Harsono yang akan dilaksanakan pada Jumat-Sabtu (24/11/2018) pagi. Tak tanggung-tanggung, panitia penyelenggara menghadirkan langsung penulisnya, Andreas Harsono.

Jurnalis mana yang tak mengenal Andreas Harsono?

Andreas Harsono adalah penulis yang juga merupakan aktivis hak asasi manusia. Bahkan dia pernah mendalami aliran jurnalisme sastrawi di Harvard University pada tahun 1999 hingga ia disebut sebagai pelopor dan pegiat Jurnalisme Sastrawi.  Ia pernah bekerja sebagai reporter di Jakarta Post. 

Tulisan-tulisan yang ia  tampilkan sangat berbeda dari pers umum lainnya. Gaya sastra dalam penggambaran fakta menjadi cirri khas Andreas. Bahkan, tak segan-segan Andreas meliput dan menulis tema-tema yang sangat sensitif dan beresiko tinggi dengan dukungan data lapangan yang dikumpulkan sungguh-sungguh.

Lantas apa sebenarnya yang ditulis rapi dan menarik dalam buku “Agama Saya adalah Jurnalisme” tersebut?

Aliran jurnalisme Andreas berangkat dari karya-karya Bill Kovach, sang penulis The Elements of Journalism: What Newspeople Should Know and The Public Should Expect. Bill Kovach ternyata gurunya Andreas ketika mendapat beasiswa Nieman Fellowship on Journalism di Harvad. Dari didikan Bill Kovach tersebut, Andreas melahirkan mahakarya dalam dunia jurnalisme, salah satunya adalah buku yang akan dibedah oleh teman-teman pers mahasiswa.

Gambaran umum buku “Agama Saya Adalah Jurnalisme” memiliki beberapa bagian, pertama adalah tentang laku wartawan, kepenulisan, dinamika Ruang Redaksi dan terakhir adalah tentang peliputan.

Ketika kita didoktrin bahwa seorang wartawan atau jurnalis itu harus netral, maka berbeda dengan cara pandang Andreas melihat ke-netral-an seorang wartawan. Andreas menulis dalam bukunya bahwa netral bukan prinsip jurnalisme. 

Sedangkan ia memaknai independensi adalah sebagai semangat bersikap dan berpikir independen dari  apa yang kita jadikan objek liputan. Opini wartawan itu sangat diperbolehkan dengan  prinsip kelengkapan data dan juga dilakukan demi kepentingan publik. Tentunya bukan dalam sebuah berita, namun tulisan dengan  bumbu opini itu diletakkan dalam rubrik opinions.

Yang menarik dari Andreas adalah argumentasinya tentang pertanyaan apa sebenarnya agama apa yang ia anut. Seperti yang dikatakannya dalam sebuah wawancara yang dilakukan oleh salah satu media Indonesia, “Kalau masih juga ditanya soal apa agama saya, saya akan jawab: agama saya adalah jurnalisme. Saya percaya bahwa jurnalisme sangat berguna untuk kebaikan masyarakat.” Begitu ia  sangat percaya bahwa kebenaran dapat diejawantahkan dalam garis jurnalisme. Diketahui pula, kebenaran dalam prinsip jurnalisme yang diunjung tinggi bukanlah kebenaran yang bersifat filosofis, melainkan kebenaran secara fungsional. Menakjubkan!

Ketika jurnalisme sekarang semakin kehilangan ruhnya, maka pers mahasiswa harus berani mengembalikan jurnalisme ke dalam hakikat esensinya. (Lpm Al-Millah)


3 komentar:

  1. Tulisannya kok hampir sama kaya ini ya bang..??

    http://www.lpmalmillah.com/2018/11/ruwat-independensi-dalam-agenda.html?m=0

    BalasHapus
  2. Apanya Yg Sama Bang, Soalnya Ketika Mukernas udah Di kirim semua link berita Lpm. Trus wawancara juga ekslusif

    BalasHapus
  3. http://www.lpmalmillah.com/2018/11/pegiat-jurnalisme-sastrawi-sapa.html?m=0

    Btw tulisannya papyrus bagus

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.