KETIKA KORUPTOR DIBELA



By : Demmy
Korupsi merupakan perbuatan yang melanggar hukum. Korupsi di Indonesia dilakukan oleh para petinggi negara kita dimulai dari lingkungan eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Hal ini jelas sangat merugikan perekonomian negara serta menghambat jalannya pembangunan bagi negara Indonesia. Tindak pidana korupsi telah dianggap sebagai “extraordinary crime” atau kejahatan luar biasa. fenomena korupsi di Indonesia yang kian hari kian merajalela, pemerintah yang seharusnya membangun budaya anti korupsi malah merekalah dalang dari korupsi tersebut. Tidak ada salahnya kita “refreshing” sejenak dari kejenuhan dan kekesalan terhadap pemerintah kita yang menjadi tikus negara ini, dengan melihat fenomena hukuman bagi para koruptor yang berbanding terbalik seratus delapan puluh derajat di negeri lain,yang katanya korupsi adalah kejahatan yang luar biasa lalu kenapa hukuman di Indonesia begitu biasa bagi para pelakunya.

Kurang kerasnya hukuman korupsi di Indonesia membuat pelanggaran akan korupsi semakin luar biasa yang berbanding terbalik dengan hukuman yang ada negara lain walaupun dianggap begitu kejam contohnya negara-negara Asia yang menerapkan hukuman keras bagi para koruptor, di Cina dan Korea Utara menerapkan hukuman mati di depan umum bagi para koruptornya. Di Jepang menerapkan hukuman malu atau pengucilan terhadap para pelaku korupsi sehingga mereka frustasi dan mengakhiri hidupnya dengan harakiri atau bunuh diri sedangkan di Eropa negara besar seperti Jerman menerapkan hukuman bagi para pelaku korupsi dengan mengembalikan semua hasil korupsi dan menghabiskan sisa hidupnya didalam penjara.

Bayangkan jika hukuman-hukuman yang keras bagi para koruptor diterapkan di indonesia mungkin para penjabat negara kita akan sangat takut dengan yang namanya korupsi tapi kita perlu garis bawahi Indonesia sangat memegang erat yang namanya hak asasi manusia, hal inilah yang menjadi sedikit alasan yang mungkinmembuat hukuman bagi para koruptor di negara kita seperti lembek terhadap para pelaku koruptornya. Contoh Gayus Tambunan dan Agusrin Najamuddin yang terjerat kasus korupsi bisa dengan nyaman di dalam penjara pasalnya segala sesuatu yang dibutuhkan ada didalam penjara tidak hanya tempat yang dibilang seperti indekos yang mewah tapi sesuatu untuk menjadi hiburan setiap hari bahkan ada pula kedapatan menyimpan ipod didalam kamarnya.

Sungguh luar biasa para koruptor di negeri ini selain mendapatkan tempat yang terbilang mewah di dalam penjara, ada pula yang kasusnya malah dibela oleh para pakar hukum. Sungguh sebuah ironiketika pakar hukum negara ini dapat memutar balikkan data dan mengaburkan hukum demi menyelamatkan koruptor. Salah satu contoh kasus ketika para koruptor dibela yaitu kasus Susno Duadji yang sudah ditetapkan bersalah atas kasus korupsi menerima uang suap dan dana pengamanan pilkada Jabar 2008, tapi masih saja dibela oleh seorang pakar hukum Yusril Ehza Mahendra mati-matian. Didalam kasus ini kita dapat melihat bahwa seorang pakar hukum kurang dalam memahami permaslahan hukum, Korupsi adalah sebuah kejahatan yang besar dan tidak layak bagi para pelaku untuk diampuni apalagi dibela.

Kembali berbicara masalah negara ini tentang korupsi, negara kita adalah negara demokrasi begitu pula dengan Denmark yang merupakan negara demokrasi cuma sistem negara kita saja yang berbeda, Denmark memegang sistem perlementer sedangkan Indonesia presidensial tapi Denmark menjadi negara rendah korupsinya dari 100 skor negara terbaik tanpa korupsi Denmark mendapatkan skor 91, lalu bagaimana dengan Denmark bisa menjadi negara yang rendah korupsinya. Yang pertama Denmark menerapkan sistem keterbukaan politik sehingga meningkatkan nilai tranparansi pemerintah negara mereka, yang kedua fleksibilitas tenaga kerja sehingga membuat negara mereka mengamankan pertumbuhan ekonomi yang seimbangdengan begitu membuat kesejateraan bagi warganya, dan yang ketiga pendidikan dan kesehatan gratis yang membuat keseimbangan sosial, kesejahteraan sosial dan kesetaraan antar warganya sehingga menekan angka korupsi di negara mereka.

Dampak korupsi sudah sedemikian menggurita dalam kehidupan masyarakat, yang paling dirugikan dalam hal ini adalah rakyat, karena sejumlah besar uang yang dikorupsi hakikatnya adalah uang rakyat. Korupsi merupakan tindakan yang dapat menyebabkan sebuah negara menjadi bangkrut dengan efek yang luar biasa seperti terhambatnya pembangunan nasional disebabkan oleh hancurnya perekonomian sehingga menyengsarakan masyarakat. Efek konkretnya adalah memperparah kemiskinan, pendidikan, pelayanan kesehatan menjadi mahal, fasilitas umum seperti transportasi menjadi tidak aman serta rusaknya infrastruktur jalan,dan yang paling berbahaya adalah meningkatnya angka pengangguran mengakibatkan angka kriminalitas pun meningkat. Korupsi juga memperburuk citra bangsa Indonesia di mata internasional.

Runtuhnya Trias Politika di Indonesia menjadi sesuatu yang menakutkan di pemerintahan kita, menurut “Charles De  Mostesquieu jika ketiga lembaga atau dua lembaga (Eksekutif, Yudikatif, Legislatif)  terjadinya perselingkuhan akan mengakibatkan kesemena-menaan dan hilangnya kebebasan warganya”(Edy Priyono, 06 maret 2012). Dari penjelasan tentang Charles diatas kita dapat menarik kesimpulan bahwa jika lembaga Yudikatif (pengadilan) disatukan dengan lembaga Eksekutif yang akan terjadi yaitu penindasan dan penyalah gunaan kekuasaan untuk kepentingan pribadi. Di negara kita ketakutan runtuhnya Trias Politika sudah terjadi dengan tertangkapnya Akil Mohtar ketua Mahkamah Konstitusi dan Choirunnisa anggota DPR RI terhadap tindak pidana kasus suap pilkada mencerminkan kepad kita bahwa adanya perselingkuhan kekuasaan Yudikatif, Legislatif dan Eksekutif di Indonesia.

Memerangi korupsi saat ini dimulai dari diri kita sendiri, pada dasar nilai ahlak harus ditanamkan sejak dini, sikap jujur, budaya malu serta sistem pemerintah yang lebih transparan harus diterapkan.Tidak hanya hukum tumpul di atas dan tajam ke bawah melainkan hukum dipergunakan sebagai mana mesti bukan menindas yang lemah tapi mengadili semua orang yang bersalah seperti kata Basuki Tjahaja Purnama “untuk mengubah Negara ini kita tidak perlu angkat senjata di medan perang seperti jaman dahulu, tapi kita jangan korupsi saja itu sudah cukup”(Jagokata.com, Politikus dan Gubernur 1966) dan di pundak pemimpin yang bebas korupsilah masa depan negeri ini.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.