Cadar Hitam dan Gaya Berfikir Bangsa

Foto: Sumber - grid.id. Seseorang yang
menggunakan cadar (ilustrasi).

Oleh: Zammil*

Lpm-papyrus.com - Baju dan aksesoris  yang digunakan seseorang di negara ini selalu dijadikan patokan untuk menginterpretasikan ideologi dan keyakinan penggunanya. “Remaja sekali pemikiran bangsa ini,” kata anak kucing.

Orang yang menggunakan cadar di negara yang sudah merdeka selama 72 tahun dianggap hal aneh, dan yang paling menyedihkan mereka selalu diperasangkai sebagai komplotan ISIS atau HTI oleh bangsanya sendiri. Padahal Muhammad Hatta sudah menegaskan “nasib Indonesia di masa datang bergantung kepada keinsyafan politik rakyat,” ( Hatta, 2008: 86).

Yang palig menyedihkan lagi pola pikir seperti itu lahir pada otak mahasiswa dan kaum akademisi di Negara ini. Mereka tidak menyadari bahwa "mereka telah kelaparan di lumbung padi," dalam artian mereka telah bodoh di kebun ilmu. Saya kira kalau seperti itu gaya pemikiran yang terjadi pada kaum akademisi jangan melakukan revolusi mental di negeri ini, kumpulkan mereka mereka semua, ambil otaknya dan lakukan pencucian masal.

Media seharusnya memberikan informasi yang berimbang bukan berat sebelah. Pada kasus-kasus tertentu media tidak cukup menggunakan satu narusumber atau dua sumber tetapi satu begron. Penyajian berita yang tidak berimbang itulah yang menyebabkan masyarakat tidak percaya lagi dan enggan dengan kehadiran berita yang disajikan. Karena hal itu tidak ada ubahnya dengan penyebaran fitnah.

Ini cover both side yang disajikan oleh beberapa media, selain itu Al Aroby menambahkan, mahasiswi dimaksud juga telah dipaksa untuk menandatangani surat peringatan dari pihak kampus. Mereka diancam akan dikeluarkan dari kampus apabila masih menggunakan cadar dalam perkuliahan (Republika.co.id, 2017).

“Mereka yang dianggap sama sekali tidak mencerminkan kenusantaraan (wisternik) dan tak sopan malah dibiarkan melanggang di kampus” (Malangvoice, 2017). Dari sekian banyak berita yang saya baca tidak menemukan satupun tokoh yang memberikan pendapat dari pihak kampus. 

Bugin dalam (mondry, 2008: 4) mengatakan, "media massa merupakan institusi yang berperan sebagai agen of change  yang menjadi lembaga pelapor perubahan." Ini merupakan paradigma utama media massa. Tidak hanya menginformasikan dan menghibur  tetapi juga memberikan pencerhan terhadap masyarakat.

Mohon maaf jika kata-kata saya menyakitkan, semoga kalian bisa kontemplasi diri. Kalian telah masuk terhadap teori  Hyperrelity Jean Boudrillad. Dimana akan datang suatu zaman yang masanya tidak bisa membedakan antara kenyataan dan fantasi kereana over mengkonsumsi simbol. Kalian tolak metos karena  menjungjung kerealistisan yang selalu mempertanyakan keilmiahan tetapi kalian ciptakan new metos. Apa bedanya tindakan yang kalian lakukan dengan orang yang menggarami lautan.

Melihat orang bercadar hitam, kalian katakan dia golongan dari HTI dan ISIS, itu metos. Orang berkopyah putih kalian katakana sudah naik haji, itu metos. Ada orang berkalung rosalio kalian katakana dia taat beragama, hal itu juga metos. Orang berhijab kalian katakana dia menjaga kehormatan itu metos. Pak kyai jika memimpin negara akan menjadi baik itu metos. Kalian yang kuliah akan mendapatkan pekerjaan mapan setelah lulus hal itu juga metos. Kita hidup dengan metos-metos yang diperjuangkan kebenarannya.

Kebenaran adalah semacam kesalahan, dimana tanpa kebenaran spesies makhluk hidup tentu tidak dapat hidup (Nietzsche 1968: 493). Jika kalian masih menghargai HAM  maka kebenran yang masih Absurd jangan sampai mengusik ketenangan orang lain. Simbol-simbol yang kalian lihat dan kalian yakini kebenarannya hanyalah penginterpretasian makna, yang bisa benar tetapi juga bisa salah. 

Acuan hidup negara kita ideologi pancasila, pahami betul isinya agar tak mudah goyah. Kita semua memiliki kebebasan yang sama, kita sama-sama memperjuangkan keadilan sosial. Keadilan sosial yang kita perjuangkan selama ini hanya akan tercapai jika ada para pejuang pembebasan ummat manusia yang memiliki komitmen yang terorganisir menjadikan bangsa sebagai manusia yang beradap dan menjunjung tinggi persatuan.

Hanya karena perbedaan aksesoris dan pakaian saja, hubungan-hubungan kekerabatan kita, rasa solidaritas kita makin hari makin renggang. Perbedaan etnis, agama dan kedaerahan jangan dijadikan alasan sebagai perpecahan. Kita dijajah 100 tahun yang lalu karena kita mudah dipecah belah. Bangsa Indonesia bukan hanya kaum bersarung, bukan hanya bangsa yang menggunakan rosaleo. Indonesia itu adalah bangsa yang memiliki agama, adat, budaya, etnis dari sabang sampai meraoke. Kalian bebas mau menggunakan pakaian dan aksesoris apapun dengan catatan jangan mengganggu kebebasan orang lain.

Literasi:
Hatta, Muhammad. 2008, Demokrasi kita, Pikiran-Pikiran Tentang Demokrasi Dan Kedaulatan Rakyat. Bandung, Sega Arsy.
Malangvoice. 2017. http/malangvoice.com/unitri-larang–mahasiswi-pakai-cadar-dan diancamdikeluarkan-dari-kampus. Akses 18 November 2017.
Mondry. 2008. Pemahaman Teori dan Praktek Jurnalistik. Bogor: Ghalia Indonesia.
Nietzsche, Friedrich. 1986, Twilight Of Idols And The Anti-Crist. Translated By R.J. Hollingdale, Penguin Books, Middlesex.
Republika. 2017. http:/www.google.co.id/amp/m,republika.co.id/amp_version/ozjszz438. Akses 18 November 2017.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.