Pers yang Bebas dan Idealisme yang Tegas

Indonesia
Poster film The Post
Lpm-papyrus.com - “Para pendiri bangsa ini memberikan pers bebas perlindungan yang harus dimilikinya, untuk memenuhi peran pentingnya dalam demokrasi kita. Pers adalah untuk melayani yang diperintah, bukan yang memerintah” (Hakim Black, The Post).

Perang Vietnam yang menyejarah sekitar tahun 1957-1975 dengan Amerika Serikat yang kalah saat itu, diungkap oleh seorang anggota militer Daniel Ellberg (Matthew Rhys) yang membocorkan dokumen-dokumen rahasia negara. Daniell adalah periset militer yang ditugaskan oleh menteri pertahanan saat itu, Robert McNamara (Bruce Greenwood). Dalam risetnya itu, Daniell menyimpulkan bahwa AS tidak akan memenangi perang tersebut dengan komunis.

Dokumen rahasia itu bernama 'Pentagon Papers', atau laporan-laporan dan analisis perang di Vietnam kala itu. Laporan semasa perang ini diambil secara diam-diam oleh Daniell sewaktu menjadi bagian RAND Corporation. Dokumen rahasia sebanyak puluhan ribu halaman itu ia fotokopi bersama temannya, yang kelak kopian dokumen itu menjadi awal mula konflik dalam film ini.

Semasa perang dengan Vietnam, publik AS tidak tahu kondisi sebenarnya putra bangsa (tentara) mereka yang ditugaskan ke Vietnam. Mereka hanya tahu bahwa Amerika membuat kemajuan besar dalam memenangkan perang, setelah sebelumnya mengirim seratus ribu pasukan.

Fakta ini terbongkar setelah The New York Times, sarat kabar terbesar saat itu, menerbitkan berita utama mengenai keterlibatan pemerintah Amerika Serikat selama Perang Vietnam berdasarkan bocoran Pentagon Papers. Sontak saja Gedung Putih bereaksi karena rahasia negara seperti ini sampai bocor ke publik. The New York Times yang dianggap pengkhianat negara diseret ke pengadilan, bahkan hakim federal AS berupaya menghalangi usaha surat kabar itu untuk menerbitkan naskah pemberitaan hingga satu minggu kedepan.

Kisah dengan latar sejarah awal tahun 70-an ini sangat menarik jika ingin mengetahui sejarah Amerika dan dunia jurnalistik yang tidak tidak banyak diketahui masyarakat umum.

Konteks peristiwa film tentang fakta perang dan pembungkaman pers, menggugah Ben Bradlee (Tom Hank) sebagai editor eksekutif The Washington Post, berambisi menyuarakan hal serupa seperti koran saingannya tersebut, The New York Times.

Ben yang bersikap tegas, keras kepala dan idealis menginginkan korannya juga tidak kalah "menggebrak" daripada surat kabar saingannya. Ia menginginkan korannya tidak hanya menjadi surat kabar lokal yang memberitakan kebaikan pemerintah saja. Jurnalistik baginya adalah idealisme yang harus disuarakan kepada publik. Dari sinilah antara Ben dan pemilik koran ia bekerja, Kay Graham (Meryl Streep) bersilisih paham ketika Ben berambisi untuk menerbitkan pemberitaan terkait dokumen-dokumen rahasia itu.

Perang yang berlangsung selama 3 dekade pemerintahan Richard Nixon dan periode presiden-presiden sebelumnya, Dwight Eisenhower, John F. Kennedy dan Lyndon Johnson adalah upaya percuma. Amerika Serikat sejak awal memang mengetahui tidak akan punya peluang memenangkan perang itu. Namun demi gengsi menutupi rasa malu, selama beberapa tahun itu AS tetap mengirim pasukan mereka ke Vietnam.

Yang menarik dari sejarah ini adalah, AS beranggapan bahwa tujuan perang ini demi mencekal penyebaran komunis di Asia Tenggara. Sayangnya, tuduhan AS dan sekutunya bahwa akan ada efek domino penyebaran komunis di Asia Tenggara sama sekali tidak terbukti.

Film ini memang lebih banyak ditarik pada ranah internal koran The Washington Post, namun ini sebenarnya yang menarik tentang bagaimana seorang konglomerat media, pers bebas dan ideal itu diwujudkan.

Melalui sumber yang sama dari The New York Times yang 'dirahasiakan', The Washington Post akhirnya mendapatkan salinan dokumen itu melalui asisten editor, Ben Bagdikian (Bob Odenkirk) yang bertemu langsung dengan Daniell untuk segera diterbitkan.

The Washington Post yang saat itu membutuhkan suntikan dana lebih dari investor terpaksa menjual sebagian sahamnya agar perusahaan keluarga itu tetap eksis. Namun bagi Kay, ini menjadi dilema tersendiri sebab Ia dan Ben harus mempertemukan kesepakatan mereka berdua antara menerbitkan atau tidak. Dengan konsekuensi jika berita itu terbit, kekhawatiran direksi-direksi Washington Post adalah koran mereka bangkrut, bakal tutup dan mereka akan dipenjarakan. Bagian scene ini menurut saya cukup mendebarkan.

Sebab wajar, seorang konglomerat media, Kay Graham dan keluarganya dikenal dekat dengan gedung putih dan presiden-presiden Amerika sejak sebelum Nixon. Kay adalah pewaris bisnis besar dari keluarganya sekaligus perempuan yang memiliki wewenang dalam keputusannya.

Sebagai penonton yang sudah menyelesaikan film ini, saya merasa puas dan bahagia setelah berita utama The Washington Post menerbitkan laporan dokumen rahasia itu. Tentu saja banyak pihak terkejut sekaligus mendukung keputusan Kay ini. Terbukti setelah The Washington Post menerbitkan dokumen ini, koran-koran lain saat itu seperti Detroit Free Press, St. Louis Post-Dispatch, The Cristian Sciene Monitor, The Boston Globe, Tallahasse Democrat dan The Philadelphia Inquirer mengikuti langkah Kay.

Belum selesai sampai di sini, sama seperti koran sebelumnya, The Washington Post pun dipanggil ke pengadilan mahkamah agung. Dan ini berita baiknya, Kay dan media korannya memenangkan pengadilan itu. Kemenangan Kay dan korannya di pengadilan melahirkan revolusi besar dalam sejarah pers di Amerika Serikat saat itu.

Film ini rekomendasi sangat bagus bagi kita dan kalian yang meminati dunia jurnalistik, apalagi bagi seorang civitas academica, khususnya mahasiswa jurnalistik. Melalui pesan film ini, idealisme adalah prinsip luhur seperti yang dipelajari sejak semester awal-awal kuliah, dan prinsip luhur ini akan terwujud tatkala kita mengupayakannya dalam karya-karya jurnalistik kita kedepan.

Akhir kata, selamat berakhir tahun sekaligus selamat menyambut tahun baru 2020.  (Ubaidillah)

Judul film: The Post
Sutradara: Steven Spielberg
Produser: Kristie Macosko Krieger, Amy Pascal, Steven Spielber
Pemeran: Meryl Streep, Tom Hanks, Sarah Paulson, Bob Odenkirk, Tracy Letts, Bradley Whitford, Bruce Greenwood, Matthew Rhys
IMD Rating: 7.2/10
Durasi: 116 Menit
Negara: Amerika Serikat

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.