Situasi Belum Pulih, Lalu Kenapa New Normal Diterapkan?

Yohana Yellima Sita (gambar: papyrus) 
Papyrus - Indonesia cukup terbilang negara yang paling banyak terpapar virus corona. Tidak salah bukan? Karena ada 34 jumlah provinsi di Indonesia yang masing-masing memiliki kasus covid-19.

Pemerintah sangat tidak gampang  menangani kasus tersebut. Ada banyak  halangan dan tantangan yang tentunya tidak terlepas dari peranan tim medis. 

Mereka sudah begitu luar biasa menghadapi, melayani dan merawat pasien yang sudah terpapar covid-19.

Sudah terkonfirmasi update terakhir data jumlah kasus pada 7 juni 2020  di identifikasikan sudah mencapai 31,186+672 kasus yakni yang di rawat: 18,837, meninggal:1,851 dan sembuh:10,498.

Bukan hanya menimbulkan kegelisahan bagi pemerintah saja melainkan kegelisahan bagi semua orang. Banyak sekali peraturan-peraturan yang sudah di buat baik itu dari protokol kesehatan maupun pemerintah. 

Seperti yang sudah kita ketahui bersama salah satunya yaitu Social Distancing atau ada pula istilah lain adalah Isolasi Mandiri.
Dimana masyarakat dianjurkan untuk membatasi kunjungan ke tempat ramai, tidak melakukan kontak langsung dengan orang lain serta mewajibkan setiap orang untuk tinggal di dalam rumah atau tempat tinggal masing-masing tetapi sambil melakukan upaya pembatasan fisik dengan orang lain.

Namun sayang, kita tidak bisa menyalahkan siapa-siapa. Karena tetap saja jumlah kasus covid-19 di Indonesia semakin melonjak setiap harinya. Akan tetapi kembali lagi pada pribadi kita masing-masing, apakah kita sudah menuruti arahan protokol kesehatan atau hanya sekedar memahami saja. Sehingga tidak heran lagi kasus covid-19 terus meningkat dengan angka pasien yang begitu banyak.

Begitu banyak prediksi dari para ahli yang tentunya meragukan masyarakat, karena pada situasi seperti ini respon masyarakat lebih cepat memahami dan menarik kesimpulan sendiri. Bagaimana tidak, virusnya saja bermutasi sangat cepat sehingga sejumlah prediksi itu hanya bisa menjadi acuan untuk menentukan strategi yang tepat dalam mengatasi covid-19.

Situasi seperti inilah yang benar-benar ditakutkan setiap orang, situasi dimana kecemasan tidak kunjung pulih selama berbulan-bulan.

Lalu, serentak warga Indonesia dikejutkan dengan informasi mengenai penerapan tatanan kehidupan baru untuk beradaptasi dengan covid-19 atau biasa orang sebut ”new normal” walaupun penerapan tersebut tidak akan diterapkan semuanya di seluruh daerah.

Kalaupun tidak diterapkan, tetap saja situasi tidak akan berubah begitu saja, strategi karantina wilayah dan Pembatasan Sosial Bersekala Besar(PSBB) sudah jelas tidak dapat di terapkan terus menerus karena konsekuensi ekonomi dan sosialnya akan terlalu besar dan mengganggu.

Lalu kemudian, bagaimana dengan new normal, kenapa harus di terapkan? Akankah jumlah kasus covid-19 berkurang ketika sudah diterapkan new normal?

Jelas-jelas sangat tidak memungkinkan untuk kita bisa memprediksi akan membaik kedepannya ketika sudah diterapkan.

Di satu sisi ada benarnya diterapkan, dilihat dari keaadaan ekonomi kita sekarang ini yang sudah turun drastis. Itulah alasan paling utama yang mungkin menjadi pertimbangan dari kalangan pemerintah.

Apalagi perlu di ketahui pekerja di indonesia 55-70 juta dari 133 jutanya adalah pekerja informal, bisa dibilang menjadi pemicu utama terdampak covid-19.

Angka pengangguran semakin banyak di lihat dari sekian juta yang dirumahkan, pendapatan turun, daya beli turun dan tentunya tabungan juga mulai habis.

Situasi ini yang membuat pemerintah kewalahan. Negara tidak akan sanggup terus menerus memberikan bantuan sosial dalam waktu lama ke masyarakatnya mengingat kemampuan keuangan negara juga terbatas.

Untuk itu, tatanan kehidupan baru juga perlu diterapkan secara perlahan asalkan tidak terlepas dari jaga jarak dan mengikuti arahan  protokol kesehatan demi mencegah ekonomi jatuh lebih dalam.

Jangan sampai Kemunculan permasalahan sosial dikemudian hari dimungkinkan terjadi ketika tatanan kehidupan baru atau New Normal tidak diberlakukan.

New normal sudah di terapkan. Lalu bagaimana dengan nasib tim medis yang kita ketahui fasilitasnya di setiap rumah sakit masih belum memadai? yang tidak bisa di bandingkan kalau melihat angka kasus covid-19 sangat tinggi. Bukankah penerapan ini terlalu cepat untuk di terapkan kalau di sandingkan dengan situasi yang sekarang?

Pemerintah seharusnya mempertimbangkan banyak hal terkait ini. Tidak dapat di lihat dari satu atau dua indikator saja, misalnya melihat faktor penurunan keadaan ekonomi dan angka reproduksi yang menurun. Hal yang terjadi bukannya kita menyehatkan perekonimian tetapi justru akan menjadikan kondisi pandemi yang hampir terkontrol menjadi semakin buruk.

Masyarakat justru sangat bingung menghadapi keaadaan seperti ini. Di ibaratkan seperti dua sisi mata uang antara ekonomi atau kesehatan.

Akan tetapi tergantung bagaimana kita setiap individu menyesuaikan antara dua pilihan tersebut. Kesehatan ada di tangan kita, kemudian bagaimana pola dan tindakan kita agar tidak menjadi bagian dari kasus pandemi covid-19?

Terkait ekonomi tentu tidak terlepas dari tanggung jawab kita sendiri juga sebesar apa kita kuat, sebesar apa kita pandai mengelola selain ada bansos dari pemerintah tentu kurang lebih sedikit dari penghasilan kita sendiri untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

New Normal tidak menjadi pelonggaran seutuhnya bagi kita untuk melakukan aktivitas seperti semula. Tetap terapkan pola hidup sehat, memakai masker, mencuci tangan dan berolahraga sebisa mungkin. Karena kesehatan adalah bagian dari kehidupan.

Ekonomi juga adalah segala sesuatu yang harus kita penuhi untuk keberlangsungan hidup di hari-hari yang akan datang. (Yohana Yellima Sita) 

1 komentar:

  1. Materinya cukup bagus,saya hanya memberikan sedikit masukan mengenai new normal.
    "New Normal tidak menjadi pelonggaran seutuhnya bagi kita untuk melakukan aktivitas seperti semula. Tetap terapkan pola hidup sehat, memakai masker, mencuci tangan dan berolahraga sebisa mungkin. Karena kesehatan adalah bagian dari kehidupan".
    Aku pikir mencuci tangan memakai masker menjaga jarak dan berolah raga sebisah mungkin,itulah new normal yang dimaksud,dimana sebelum adanya pandemi kita hanya bekerja tanpa memperhatikan kesehatan kita. Jadi new normal itu menurut saya adalah perubahan polah kerja kita yang biasanya kurang memperhatikan kesehatan,menjadi lebih peduli, dan kita menganggap itu adalah kebiasaan baru untuk kita. Itu makanya disebut new normal. Terimakasih. Untuk tanya lebih lanjut silahkan kirim pesan di e-mail saya.

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.