Cerpen: Gadis Yang Malang

Namaku Paul, dan aku seorang serjana alumni di salah satu Universitas Swasta di Malang Jawa Timur. Pekerjaan ku sekarang adalah seorang manager koprasi simpan pinjam di Labuan Bajo, ibuku seorang perawat dan bapak ku adalah angota DPRD, jadi aku juga anak tunggal, boleh dibilang kehidupan keluarga ku sangatlah cukup. Satu hal yang kalian tau dari sifat ku, aku tidak sombong dan aku paling benci orang-orang yang pernah bilang bahwa aku anak manja. Bapa
mamaku tidak pernah memanjakan aku. Kalau aku salah pasti mereka marah.
***

Aku mendengar ada orang yang mengetok pintu rumah ku. Aku keluar dari ranjang tidur, sambil
mengelitikan jari telunjuk ke arah mata kanan saya, lalu aku menuju ke arah pintu depan
rumahku. Seketika aku membuka pintu aku melihat lelaki jakung berwajah terang, sedikit
keriput yang terlihat takjub. Begitu aku melihatnya, “eh ternyata pak Alo” seketika kemudian dengan keramahan yang tidak dibuat-buat saya persilakannya untuk masuk, “ayok masuk pak”. Pak alo ini adalah seorang guru swasta yang mengajar di SMK Negeri 1 Macang Pacar, Kabupaten Manggarai Barat. Dia punya anak satu dan istrinya meninggal pas melahirkan. Jadi mungkin saking terlalu sayang sama istrinya, sudah 23 tahun di tingal pergi sama istrinya sampai sekarang
pak Alo ini masih sendiri. “ia nak permisi ya” nyahut pak Alo.

Lalu aku persilahkan pak Alo duduk, dan seketika itu aku menawarkan pak Alo minuman yang
seadanya di rumahku. Cuman pak Alonya nolak dengan alasan bahwa tadi pagi dia sudah beberapa kali minum kopi di rumah teman-nya. Jadi akupun tidak memaksanya. “Kalo boleh tau ada perlu apa pak Alo kesini“?

Saat hendak aku nanya, aku melihat pandangannya pak Alo justru diarahkan ke luar jendela, pada
pohon-pohon kopi ara bika yang berderet seperti barisan orang yang memakai payung di teriknya
matahari. Ya memang di samping rumahku itu ada banyak poho kopi robusta yang tingginya
kurang lebih 2 meter dan bentuknya seperti payung, karena memnag yang punya kebun pernah
bilang ke aku,pada saat dia menata pohon kopi itu agar tidak terlalu susah saat memanen-nya. “jadi gini nak paul saya kesini tadi untuk meminjam uang sama nak paul”?

“Walah bapak butuh pinjaman berapa”? “300 ribu aja nak paul nanti kalo aku sudah gajian aku segera kembalikan uang-nyanak paul” ucapnya sambil tangan-nya mengosok satu sama lain di atas paha nya sendiri.
“Ya udah tunggu bentar ya pak aku ambilin dulu” sambil aku berjalan menuju kamar untuk mengambil uang, sejenak saya berpikir kira-kira untuk apa uang 300 ini sama pak alo? Kenapa dia meminjamkan uang sedikit saja?

Lalu aku mengeluarkan uang dari dompet ku yang jumlahnya sesuai yang di minta sama pak Alo. “ ini pak uang-nya” sambilku arahkan tangan yang berisi uang. "Terimakasih ya nak Paul pokoknya kalo aku sudah terima gaji nanti saya akan segera
mengembalikan uang nak paul”

“heheeh ya elah bapak sampai segitunya baru juga pinjam uang sama saya” tidak lama setelah kami ngobrol, pak Alo ijin pamit pulang lantaran dia segera ke bank untuk kirim uang ke Dina anaknya yang sedang menempuh kuliah di salah satu Universitas Swasta di Malang. Ketika malam telah tiba, aku menelpon Sius untuk mengajaknya tidur di rumah. Karena bapa dan mamaku belum pulang dari acara nikah anak dari saudara mama ku di Wae Rebo. Mereka sudah dua hari di sana, paling besok mereka pulang. Setelah selsai menelpon Sius, tiba-tiba pikiran ku kembali memikirkan pak Alo. “Kasian ya pak Alo, sudah istrinya meninggal, Dina anak nya juga jauh. Betapa heningnya kehidupan-nya pak Alo.

Tiba-tiba terdengar suara ketokan pintu dan menyusul suara pangil nama saya. “bentar Sius” aku tau yang ngetuk pintu itu adalah sius, aku tau dari suaranya. Kemudian aku membuka pintu “inang sama amang kapan pulang paul” tanya Sius. “besok mungkin mama pulang” jawabku. (Inang itu adalah panggilan dari anak dari saudari bapak saya, jadi sius ini adalah anak dari saudari bapak dan dia memangil bapaku adalah amang ku).

Malam telah tiba, aku dan sius sedang mengasik cerita tentang teman kami di kantor yang bernama Adol yang suka sama Wiwin teman sekantor kami. Pada saat Adol mengungkap perasaan nya sama Wiwin, tiba-tiba Wiwin bilang ke Adol kalau dia itu sudah punya tunangan dan aku dan Siuspun ketawa sampai tidak sadar si Sius mengeluar kan angin dari pantatnya.
***

Pas aku pulang kerja, dan singgah sebentar di warung bu Rini untuk beli bensin, dengan tidak sengaja aku mendengar obrolan pak Sipri suaminya bu Rini yang sedang ngobrol sama ibu-nya Sius. Karena percakapan mereka sedikit keras jadi akupun dengar, bahwa pak Alo sedang sakit parah dan sudah bawa ke rumah sakit dua minggu yang lalu. Seeketika itu juga aku mendekatkan diri ke arah pak Sipri, lalu aku menanya ke pak Sipri tentang keberadaan pak Alo. “pak Alo sakit apa ya pak”

Saya nanya ke pak Sipri, karena beliau adalah mengajar di sekolah yang sama dengan pak Alo. “Ia nak paul di sakit jatung. Kemarin aku sama istri pulang jenguk dia di Siloam dan keadaannya cukup memprihatinkan. Apa lagi si Dina belum selsai lagi kuliahnya, di tambah pak Alo sakit lagi” jelas pak sipri. “Walahh kasian pak alo… gumaku dalam hati”

Setelah pak sipri menjelaskan kondisi pak Alo. Aku lansung bergegas pulang ke rumah untuk ganti pakaian. Pas aku nyampe rumah, mama nanya. "kamu kok kayak panik gitu paul” aku menjawab “ iya bu ternya pak Alo udah 2 minggu dia di RS Siloam. ya semenjak dia pulang dari rumah waktu dia pinjam uang dia lansung masuk RS bu” Ibu ku juga panik “dia sakit apa sampai dia masuk RS”? “iya bu, kata pak sipri tadi pas ketemu saya di jalan dia bilang pak alo sakit jantung dan keadaannya cukup parah” selesai ngobrol bentar sama ibu, aku lansung masuk kamar untuk menganti baju dan celana. Begitu aku sudah ganti pakaian, aku langsung pamit ke ibuku. Saat sampai di RS siloam aku menanyakan ke kasir nomor kamarnya pak alo dirawat. Setelah kasirnya memberi tau nomor kamarnya pak Alo, aku langsung jalan menuju ruangan yang diarahkan oleh ibu-ibu yang di kasir tadi. “Iya ini kamarnya ”begitu aku buka pintunya, aku melihat pak alo berbaring dengan oksigen di mulutnya dan selang infus di lengan kirinya, juga beberapa saudaranya berdiri di sampingnya, dengan wajah yang sangat gelisah. Sejenak aku menatap ke arah mereka. Lalu kembali kuarahkan ke dua bola mataku ke arah pak Alo yang berbaring tak berdaya. Dalam hati aku berdoa “ya Tuhan sembuhkanlah pak Alo, kau tega sekali membuatnya seperti ini. Udah istrinya meninggal, pak Alo juga kau membuat dia sekarat”.

Saat aku memegang tanggan-nya dia tiba-tiba membuka mata sesekali dia lirik ke kanan dan ke kiri lalu fokus kearahku. “Bapak harus kuat, ingat dina pak, Dina belum selesai kuliah terus siapa yang menjaga diana kalo bapak nggak kuat nanti” tak sadar butiran air mataku jatuh. entah kenapa aku merasa bahwa pak alo tidak akan selamat dengan penyakit yang menggerogotinya ini” tiba-tiba pak Alo mengeluarkan suara dan berkata
“Nak Paul jaga Dina dan aku titip dia sama kamu, dan kalo bisa kamu telpon dia sekarang beritahu dia tentang keadaan saya”

Seketika juga pak Alo menarik nafas dan menghembus terahir kalinya. Semua orang di ruangan itu panik. Aku lari keluar memangil dokter. Saat dokter memeriksanya, dokter bilang kalau pak Alo sudah tidak bisa diselamatkan. Situasi ruangan itupun ramai dengan suara tangisan dari keluarganya pak Alo dan juga saya. Aku langsung keluar dari ruangan lalu menelpon Dina dan memberitahu kalo ayahnya sudah meninggal. Seketika itu juga aku berpikir. Jika aku memberitahukan langsung situasi yang
sebenarnya dipasti drop lagi. Jadi aku berniat untuk menahannya dan mencari alasan yang lain.
“Halo din”
sambil aku mengontrolkan suara ku agar dina tidak panik.
“Ia bang selamat sore, ada apa ya bang”
“Dina kamu harus pulang bapak kamu sakit. bentar aku kirim uang dan kamu harus lansung beli
tiket malam ini juga ya”
Dina balik nanya “pasti bapa sakit parah, bapa sakit apa bang beritahu aku”?
“tadi kata dokter Bapa kamu sakit jantung dan kamu harus balik malam ini”
***
Aku tidak memberitahu kejadian yang sebenarnya sama Dina karena saya tau dia orangnya cepat drop. Sebelumnya aku menjalin hubungan asmara sama Dina kurang lebih Selama 3 tahun, saking seringnya aku membawa si dina ke rumah, saat pulangg libur semester, bapa dan mama menyetujui hubungan kami dan menerima dina dengan senang hati selayaknya anak kandung. Hubungan saya sama dina renggang semenjak aku selsai duluan kuliah dari Malang. Dan di Malang aku sama dina satu kampus, dan juga selisih satu semester. Saat aku pulang ke Manggarai dia titip pesan ke aku..
“bang kalo nanti aku jarang kabar sama abang berarti aku lagi kerja tugas akhir, jadi abang tidak perlu khawatir soal aku, dan abang tau sendiri juga sifatku selama ini kayak gimana”
Dina memang tipe cewek yang setia, perhatian, juga tampilannya yang sangat sederhana itulah yang membuat ku tidak meragukan kembali kesetiaan si Dina.
***
Usai telpon Dina aku lansung masuk ke ruangan dan minta ijin ke ATM untuk mentransfer uang ke Dina, agar Dina malam ini dia lansung balik ke Manggarai. Akupun bergegas menuju ATM yang berada tidak jauh dari RS siloam dan mentransferkan uang se banyak Rp. 2.500 ke nomor rekeningnya Dina. Selesai aku transfer aku lansung WA si Dina bahwa uangnya udah aku transfer dan menyuruh dina untuk segera ke bandara dan memesan tiket jadwal pesawat malam ini.

Dina tiba jam 12 malam di Bandara Komodo Labuan Bajo. dan aku sudah menunggu Dina sejak dia menelpon bahwa dia sudah star dari Bandara Juanda Surabaya.
saat Dina tiba, aku melihat raut wajah nya sangat lesuh dan seketika aku memperhatikan matanya seperti orang yang ke takutan dan tidak siap untuk menerima kejadian yang sebenarnya. Lalu aku menyapa dina. “halo Din” sembari memeluk Dina dengan erat. Dia menangis bersedu di bahu saya. Tidak lama aku memeluknya aku dan Dina pun langsung
berangkat menuju tempat parkiran motor.
Sepanjang jalan menuju rumah Dina tidak pernah berhenti menangis, dalam hati aku berkata.
“Apa aku kasi tau aja ya kejadian yang sebenarnya, kalo ayahnya udah meninggal.”
Tapi sejenak juga aku berpikir. Ahh jangan nanti tiba-tiba Dina drop aku yang bakalan ribet sendiri. Soalnya perjalanan dari bandara menuju kampung halaman kami jaraknya kurang lebih makan waktu 1 jam 30 menit.
Pas aku sama dina sudah sampai dekat kampung kami, disitu dia baru sadar dan bertanya, “bang kok aku di bawa ke rumah, kenapa ngak langsung antar aku ke RS, kan bapa di RS”?
aku jawab dengan hati yang sangat beban “Iya kita ke rumah dulu bawa barang-barang mu.
Setelah itu nanti kita lansung ke RS”
Saat tiba di depan rumah, Dina pingsan melihaat banyak orang di depan dan di dalam rumah
mereka. Jadi aku mengendong dina bawa masuk kedalam. Setelah dia sadar dia melihat ayahnya
sudah berada di dalam peti mayat. Dia tidak menangis pas iya bangun. Cuman iya mengeluarkan
kata-kata, “pa si ata jaga aku, si ata ongkos kuliah gaku, si ata telpon aku, si ata harap gaku, dan sekola
gaku te skoen koe te poli. Ghe mama toe manga. Oeee bapa toe nuk aku it ko.” Artinya (pa siapa yang jaga saya, sipa yang ongkos kuliah saya, siapa yang harus aku telpon ke rumah nanti, dan kuliah ku juga bentar lagi selesai, sudah mama nggak aku kenal mukanya kayak gimana‟ tiba-tiba bapa juga pergi meninggalkan aku sendiri, bapa tidak sayang kah sama aku)
aku melihat butiran air matanya jatuh satu persatu dan membuat seisi rumah menangis tersedu-sedu mendengar kata-kata yang di lontarkan dari mulut si Dina..
***
Selama satu minggu seemenjak pak Alo meninggal Dina tidak pernah berbicara apapun. Dia semacam kehilangan arah jalan hidupnya. Setiap hari sepulang dari kantor mamaku sering singgah di rumah si Dina. Biasanya mama mendekap dan memeluk si dina seperti anaknya sendiri. “nak din kamu ngak usah terlalu pikir ada aku di samping mu dan aku berjanji akan menjagamu seperti aku menjaga paul” Dina tetap diam dan kembali memeluk mama dengan erat sambil menangis.

Karena aku sungguh sangat menyayangi Dina, akhirnya seminggu setelah ayahnya meninggal aku sama keluargaku berniat untuk datang ke rumah Dina dan meminang Dina untuk menjadi kekasihku. Bapa dan mama ku juga berniat untuk mendorong dan memberi semangat Dina agar
terus melanjut kuliahnya yang tinggal separuh saja.
Setelah aku pinang si Dina, ia pun kembali ke Malang untuk melanjut kuliahnya di sana dan dia
sudah menjadi tanggung jawab keluargaku dan juga sudah menjadi tanggung jawabku sendiri.
***
Semenjak ia selesai kuliah. 1 tahun setelah itu akhirnya aku sama Dina di karuniai seorang anak laki-laki dan kami beri nama dia Dirgo. Dan kamipun hidup bahagia.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.