Rakyat Menggugat


Saat ini negara sedang dilanda wabah yang sangat mengerikan dan sangat mematikan yaitu Virus Covid-19. Dikutip dari Merdeka.Com kronologi munculnya Covid-19 di Indonesia Berasal dari Warga Negara Jepang yang terinfeksi, sehingga Presiden Joko Widodo mengatakan, kasus virus corona di Indonesia terungkap usai ada laporan warga negara Jepang yang dinyatakan positif. Sejak saat itu Indonesia menjadi salah satu negara yang sudah terpapar Covid-19 dan sejak itu pula setiap hari peningkatan kasus Covid-19 semakin meningkat. Hingga Pemerintah Indonesia akhirnya memutuskan untuk melakukan lockdown mulai tanggal 20 Maret 2020 guna untuk mencegah penyebaran Covid-19.

Dengan berjalannya waktu Covid-19 ini tidak bisa dibendung lagi. Melihat penyebaran yang tak kunjung selesai pemerintah juga menerapkan peraturan selanjutnya yaitu Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB) berlakunya aturan ini terpaksa perusahaan-perusahaan mulai melakukan PHK secara masal karyawannya, karena mengingat kondisi pendapatan perusahaan semakin menurun. Akibat dari hal ini terjadi peningkatan pengnganguran yang sangat drastis, sehingga warga masyarakat Indonesia mulai merasa panik. Melihat hal ini juga pemerintah melakukan penyerahan bantuan sosial kepada masyarakat. Namun bantuan sosial ini terjadi timbul persoalan dan tidak dirasakan oleh semua masyarakat Indonesia yang terdampak, karena dalam perjalanan pembagian bansos ini terjadi korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

Negara mempunyai tanggung jawab etis-politis dalam menyelamatkan warga dari aneka bencana, termasuk pandemi covid-19. Hampir semua prasyaratan teknis-politis telah dikantongi negara untuk memanifestasikan misi politik yang mulia itu. Publik menaruh harapan yang besar pada kapasitas politis negara dalam mengatasi berbagai kemelut. Wabah pandemi covid-19 telah menerjang tatanan kehidupan publik global di hampir semua sektor kehidupan. Bukan hanya isu kesehatan yang terguncang, tetapi juga bidang-bidang lain seperti ekonomi, pendidikan, pariwisata dan sebagainya. Kondisi ekonomi masyarakat selama pandemi covid-19 praktisnya mengalami stagnasi bahkan lumpuh total. Mayoritas warga tentu saja merasakan dampak negatif dari wabah itu, terutama dari sisi pemenuhan kebutuhan ekonomi.

Berhadapan dengan kondisi turbulensi semacam ini, energi atensi dan respons negara tidak hanya terfokus pada isu kesehatan. tetapi juga memastikan dapur ekonomi masyarakat terutama kelompok yang sangat rentan terhadap dampak dari pandemi ini, agar tetap mengepul. Artinya, negara mesti memastikan bahwa tidak ada warga yang menderita atau mati karena ketiadaan stok makanan. Soalnya adalah kita terpaksa dan dipaksa untuk melakukan segala sesuatu dari rumah saja. Ketika tubuh harus dikarantina di area perumahan saja, maka peluang dan ruang untuk mengerjakan hal-hal produktif (mendatangkan penghasilan/uang) semakin terbatas. Oleh sebab itu, pandemi covid-19 ini tentu saja sangat merugikan mayoritas masyarakat yang mengandalkan aktivitas di luar rumah dalam menopang ekonomi rumah tangga.

Mati karena wabah atau mati karena kelaparan: melawan adalah solusi. Beberapa minggu yang lalu Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan aturan yang baru yaitu Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat Corona Virus Disease (COVID-19) di wilayah Jawa dan Bali sesuai dengan kriteria level situasi pandemi berdasarkan assesmen dan untuk melengkapi pelaksanaan Instruksi Menteri Dalam Negeri mengenai Pembatasan Kegiatan Masyarakat Berbasis Mikro serta mengoptimalkan Posko Penanganan COVID-19 di Tingkat Desa dan Kelurahan untuk Pengendalian Penyebaran COVID-19. Dengan aturan yang dibuat oleh pemerintah ini membuat Masyarakat Indonesia terhimpit dengan kondisi yang sangat mencekam. Mulai dari kelaparan, keuangan menurun akibat pemecatan secara masal oleh pemilik perusahaan dan masih banyak hal-hal yang membuat masyarakat Indonesia saat ini kehilangan arah.

Hal ini karena pemerintah menerapkan aturan tanpa memberikan solusi sehingga banyak warga masyarakat yang dengan secara paksa tetap melaksanankan aktivitas seperti biasa untuk tetap menstabilkan kondisi perekonomian mereka. Namun hal ini tidak di indahkan oleh aparat yang bertugas. saya melihat bahwa dalam situasi pandemi ini, banyak masyarakat yang mengalami represif oleh aparat dengan dalih protokol kesehatan, mencegah penyebaran virus Covid-19 dan sebagainya. Sebegitu kejamnya kah Aparatur Negara Indonesia menghukum rakyatnya sendiri? Di kutip dari Merdeka.Com (media online) Seorang penjual kopi di Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, mendapatkan hukuman tahanan selama 3 hari, karena melanggar PPKM Darurat. Penjual kopi tersebut memilih ditahan karena tidak memiliki uang untuk membayar denda sebesar Rp 5 juta rupiah.

Berita lain juga yang saya tonton dan yang saya baca adalah sebuah video oknum Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, menganiaya sepasang suami istri yang merupakan pemilik warung kopi saat dilakukan patroli Pembatasan Pergerakan Kegiatan Masyarakat (PPKM) viral di media sosial, Rabu (14/7) malam. pertanyaan saya apakah
denggan cara seperti itu wabah ini akan hilang atau lenyap dari tanah air ini? Jika memang dengan dibuatnya aturan PPKM wabah ini bisa hilang ya, setidaknya juga pemerintah harus memberikan solusi lain agar tetap setabil kondisi ekonomi masyarakat. Jangan hanya membuat aturan tetapi tidak memberikan solusi. namun ketika warga merasa terhimpit dengan kondisi yang semakin hari semakin mengerut ekonominnya, kemudian masyarakat terpaksa tetap berjualan ya wajar bagi saya. Dalam hal ini saya pribadi tidak menyalahkan masyarakat yang dengan frontal melawan aparat, karena perpanjangan PPKM tidak akan bisa menyelesaikan wabah.

Demokrasi adalah sistem pemerintahan di mana mayoritas rakyat berusia dewasa turut serta dalam politik atas dasar sistem perwakilan, yang kemudian menjamin pemerintahan mempertanggungjawabkan setiap tindakan dan keputusannya. Negara Indonesia merupakan negara yang demokrasi. Dan Demokrasi memberikan pemahaman, bahwa munculnya sebuah kekuasaan itu dari rakyat. Dengan pemahaman seperti itu, rakyat akan melahirkan sebuah aturan yang menguntungkan dan melindungi hak-haknya oleh pemerintah dalam kondisi apapun.

Agar itu bisa terlaksana, diperlukan sebuah peraturan bersama yang mendukung dan menjadi dasar pijakan dalam kehidupan bernegara untuk menjamin dan melindungi hak-hak rakyat. Peraturan seperti itu di bungkus dalam sebuah aturan yang di sebut Konstitusi. Sehingga Demokrasi memberikan pemahaman bahwa, kekuasaan terbesar itu adalah muncul dari rakyat.
Sehingga dilihat dari pengertian demokrasi di atas bahwa Sesunguh-Nya pemerintah harus benar-benar menuangkannya atau meletakan perlindungan yang sepenuhnya kepada rakyat. Dalam cakupan isi Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang kekarantinaan yang dijelaskan pada pasal 55 poin 1 dan 2 adalah sebagai berikut:
(1) Selama dalam Karantina Wilayah, kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat.
(2) Tanggung jawab Pemerintah Pusat dalam penyelenggaraan Karantina Wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan melibatkan Pemerintah Daerah dan pihak yang terkait.

Dari bunyi pasal-pasal di atas kita telah mengetahui bersama bahwa bagai mana peran pemerintah utuk membangun dan memberikan fasilitas kesehatan terhadap masyarakat. Karena mengingat Virus Covid-19 ini termasuk pandemi atau wabah yang dapat menular kemanusia yang lain. Jadi kita kembali lagi dalam pelaksanaan PPKM darurat ini apakah pemerintah sudah menerapkan bunyi dari pasal 55 di atas? Nah jika tidak sama sekali ya kami sebagai masyarakat kecil yang merasa terpojok oleh wabah ini tidak salah untuk melawan karena kurangnnya keterlibatan pemerintah untuk mengantisipasi kemerosotan ekonomi masyarakat. Aturan Pemadaman lampu penerangan jalan arahan Presiden Republik Indonesia yang menginstruksikan agar melaksanakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat Corona Virus Disease (COVID-19) di wilayah Jawa dan Bali.

Sehingga Sejumlah pemerintah daerah menerapkan beragam inovasi kebijakan demi menekan penularan kasus COVID-19 di masa Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat di Jawa-Bali. Salah satunya ramai-ramai membuat kebijakan mematikan lampu jalan saat malam hari. Rata-rata, mereka mematikan lampu pada pukul 20.00 WIB hingga pagi hari. Pertanyaan saya apakah dengan cara mematikan lampu jalan Covid-19 akan hilang? Apakah Covid-19 beredar malam hari? Justru aturan seperti ini membuuat keresahan masyarakat.

Aturan Pemadaman lampu penerangan jalan di kedua propinsi ini menurut saya akan menimbulkan potensi meningkatnya kriminalisasi dan memberi ruang kepada pelaku kejahatan jalanan. Juga akan merugikan dalam rasa nyaman sebagai pengguna jalan yang baru pulang beraktivitas. Dalam situasi seperti ini, apa bila terjadi sesuatu kepada masyarakat siapa yang bertangung jawab? Saya rasa mati lampu penerang jalan itu bukan suatu ide yang bisa menyelesaikan masalah. Justru bisa memicu kejahatan baru di wilayah yang sering terjadi kriminalisasi. Saya salah satu masyarakat yang menghuni negara Indonesia ini, setuju dengan adanya PPKM darurat, namun perlu di kaji ulang terkait pemadaman listrik di Wilayah propinsi Bali dan Jawa.

Kami tahu niat pemerintah itu baik Karena untuk mengurangi berkrumunan orang, namun bagi masyarakat pemadaman listrik justru malah sangat membahayakan dengan marak kejahatan
yang sudah meresahakan warga. Harapan saya kepada Pemerintah Indonesia untuk membenah segala aturan aturan yang membuat seluruh rakyat indonesia susah. Beri bantuan secepat mungkin terhadap masyarakat yang terdampak aturan PPKM Darurat agar supaya mereka tetap dapat bertahan hidup dalam kondisi aturan yang mematikan ini.

Penulis: Adrianus Jame

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.