PPKM Untuk Siapa?

 

Mahasiswa Administrasi Publik, Universitas Merdeka (Unmer) Malang

Pandemi Covid-19 adalah suatu wabah penyakit yang saat ini menjadi marak di tengah perbincangan publik dunia. Ia hadir seperti monster mengerikan, seperti yang diberitakan oleh media di seluruh penjuru bumi, dari media lokal, nasional bahkan sampai internasional. Indonesia adalah salah satu negara yang terdampak pandemi ini, sehingga tidak heran lagi bahwa pemerintah dengan dalil pencegahan maka beberapa kebijakan telah dikeluarkan sampai dengan saat ini, mulai dari penerapan UU Karantina, pemberlakuan lockdown, PSBB sampai dengan penerapan PPKM saat ini. Semua itu adalah upaya pemerintah untuk memutuskan rantai virus covid-19, maka tidak heran lagi jika di kota-kota besar di Indonesia menjadi objek sasaran dari kebijakan tersebut. Proses penjagaan yang ketat dari aparat yang melakukan suatu tindakan terhadap masyarakat begitu intens, dari penertiban pedagang kaki lima, penjual bakso, penjual nasi goreng, sampai di toko-toko besar pun di tutup sesuai dengan waktu yang ditetapkan bahkan salah satu upaya pemerintah dalam mencegah virus Covid-19 yakni adanya program vaksinasi gratis, tetapi bila kita lihat secara jeli di belakang narasi gratis itu ada metode yang tersembunyi yakni PCR. Di mana masyarakat diwajibkan untuk membayar ketika  berpergian ke suatu daerah, hal ini bisa saya katakan bahwasanya negara sedang berbisnis dengan rakyatnya dan secara tidak langsung embrio kapitalisme perlahan lahan menghegemoni kesadaran masyarakat ini yang sering saya katakan kita hari ini berada pada penjajahan gaya baru yang dibuat oleh bangsa kita sendiri.

Tetapi ada yang aneh datang dari provinsi NTT disaat masyarakat Indonesia bertarung melawan gelombang ekonomi yang semakin surut, berjuang dalam hal pendidikan meskipun tidak efektif dalam proses belajar mengajar karena sistem daring dan perjuangan masyarakat Indonesia dalam mempertahankan hidup yang semua itu adalah dampak dari kebijakan pemerintah bahkan pemerintah tidak segan-segan memberikan sanksi kepada masyarakat yang melanggar protokol kesehatan (prokes) tetapi di tengah situasi semacam ini gubernur provinsi NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat bersama beberapa kepala daerah di NTT merayakan suatu pesta di pulau semau Kabupaten Kupang. Ini menunjukkan bahwa suatu kebobrokan yang sedang di pertontonkan oleh pejabat publik dalam hal ini pejabat publik yang seharusnya menjadi panutan bagi rakyat malah sedang menunjukkan imoralnya di masyarakat, dan lebih anehnya lagi dalam pesta tersebut sesuai dengan beberapa video yang beredar begitu banyak kerumunan orang dan tidak mematuhi protokol kesehatan (prokes). 

Sebagai anak bangsa saya ingin menuntut keadilan, kenapa aparat tidak mengambil langkah untuk mengatasi persoalan ini, di mana keadilan sebenarnya. Saya melihat bahwa ini suatu penghinaan terhadap masyarakat, maka dari itu saya meminta gubernur Laiskodat mengklarifikasi persoalan ini dan meminta maaf terhadap seluruh masyarakat Indonesia, bahwa etika sebagai publik figur tidak ada lagi. Dan bagi saya persoalan semacam ini bahwa potensi totaliter sebagai pemimpin sedang di pertontonkan dan terakhir saya mau sampaikan bahwa pemerintah pusat memberikan sanksi kepada gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat dan seluruh oknum yang terlibat dalam acara pesta itu demi keadilan sebagai bangsa yang merdeka karena jika tidak berarti saya bisa mengambil kesimpulan bahwa keadaan sosial yang dimaksudkan dalam Pancasila sudah dipolitisasi oleh pejabat publik karena peristiwa ini adalah suatu kemunafikan dari pemerintah provinsi.


Penulis: Exen_Jontona

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.