11 Tuntutan Dalam Aksi Kamisan, Jokowi Dianggap Tak Becus

Berlangsungnya aksi kamisan di depan gedung DPRD Kota Malang

Papyrus -  Seruan Aksi Kamisan, sidang istimewa rakyat. Menuntut kebijakan Jokowi-Ma'Ruf selama dua tahun kabinet Indonesia dirasa tidak becus, yang berdampak pada permasalahan sistemik di kota Malang. Yang bertempat di depan Gedung DPRD Kota Malang, Jawa Timur, Kamis, 28/10.

Pada pengesahan kebijakan Undang-Undang Minerba yang selanjutnya diikuti oleh Undang-Undang Cipta Kerja selama periodisasi pandemi atau bertepatan pada momentum tahun 2020, telah menambah daftar hitam dalam sejarah penegakan demokrasi yang mencakup unsur tranparansi maupun partisipasi publik. Dengan ketiadaannya ruang terbuka yang diformulasikan guna mengakumulasi serta menyerap aspirasi berdasarkan pada alokasi kebutuhan masyarakat.

Dalam penyampaian ini juga, bahwasanya terminasi penyusunan hingga di tahap pengesahan terhadap kedua UU bermasalah tersebut. Selain hanya menyisakan jarak waktu yang begitu singkat, sehingga memperkuat prediksi dan proyeksi yang ada tentang konsep "regulasi atau peraturan yang dipesan dan dikendalikan sekolompok orang".

Serta tempo waktu pengerjaan, yang direalisasi pada masa pandemi. Dimana kondisi krisis kesehatan dan regeresi ekonomi dirasa kian hari menyisihkan jumlah populasi penduduk, yang mencoba untuk memproteksi diri karena minimnya upaya jaminan perlindungan dari pemerintah. Bagaikan sebuah paradoks politik yang tengah terjadi dalam pusaran pemerintah Indonesia, atau spesifiknya di era kekuasaan Jokowi-Ma'ruf.

Selanjutnya, ada beberapa poin tuntutan sebagai bagian dari pernyataan sikap bersama yang mereka sepakati.

Yang pertama, mereka menuntut pemerintah untuk menjamin kebebasan sipil tanpa intervensi sesuai yang diatur dalam UUD 1945 Pasal 28, UU Nomor 9 Tahun 1999, UU Nomor 39 Tahun 199.

Untuk yang kedua, mereka menuntut pemerintah untuk mencabut Revisi UU KPK, UU MINERBA, UU Cipta Kerja beserta turunannya. 

Poin ketiga, menuntut pemerintah untuk merevisi pasal-pasal bermasalah dalam UU ITE yang mengekang kebebasan sipil.

Yang keempat, mereka menuntut pemerintah untuk mengadili pelaku pengrusakan alam.

serta poin kelima, mereka menagih komitmen pemerintah dalam penanggulangan krisis iklim.

Adapun poin ke enam, pemerintah dituntut untuk menghukum para pelaku pelanggar HAM berat yang saat ini duduk dibangku kekuasaan.

Poin ketujuh, pemerintah dituntut untuk menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM dan menghukum para pelaku pelanggar HAM.

Sereta poin kedelapan, Mendesak pemerintah untuk mewujudkan reformasi aparatur negara demi mewujudkan pemerintahan yang bersih.

Berdasarkan poin kesembilan, pemerintah dituntut untuk lebih serius dalam penanganan pandemi, memberikan hak-hak tenaga kesehatan, serta menjamin pemerataan jaminan kesehatan, dan permasalahan kesehatan lainnya.

Poin kesepuluh, mahasiswa meminta pemerintah untuk mensejahterakan petani, buruh, nelayan, peternak yang saat ini tertindas oleh pemerintah.

Untuk poin terakhir, pemerintah diminta untuk menjaga dan mengelola sumberdaya laut. Dengan fokus membangun kedaulatan pangan laut, melalui pengembangan industri perikanan dengan menempatkan nelayan seagai pilar utama. (Rinda/Tina)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.