Nobar Dan Diskusi Documenter Silat Tani : Lahirkan Pikiran Dan Solusi Baru

 

Sedang berlangsungnya proses diskusi antara penonton dan pemateri film Dokumenter Silat Tani, di Graha utama pada Sabtu, (13/08)

Papyrus - Himpunan Mahasiswa Ilmu Komunikasi (Himakom) dan Unit Aktivitas Pers Mahasiswa (UAPM) Papyrus Universitas Tribhuwana Tunggadewi (Unitri) Malang, mengadakan Nonton Bareng (Nobar) dan Diskusi Film Dokumenter Silat Tani di Graha Utama Unitri.

Film tersebut merupakan karya pertama dari tim Ekspedisi Indonesia Baru. Dimana filmnya menceritakan mengenai permasalahan petani di Indonesia, hingga masyarakat yang hidup berdampingan dengan polusi dan lingkungan yang tidak sehat. Seluruh hasil dokumentasi dari tim tersebut didedikasikan untuk pengetahuan publik, juga sebagai referensi bagi banyak pihak, salah satunya mahasiswa Unitri.

Salah satu Videografer Ekspedisi Indonesia Baru, Benaya Ryamizard Harobu menyampaikan film tersebut mulai di produksi sejak awal bulan Juli lalu, dan lebih berfokus kepada masalah pangan. 

"Film ini kami produksi sejak tanggal 01 Juli, dan sampai pada tanggal 20 kemarin selesai produksi filmnya. Pembuatan filmnya di Dieng, Wonosobo, Sleman dan wadas Yogyakarta. Kami membahas satu masalah besar, yang merupakan isu fundamental bagi rakyat Indonesia sendiri, yaitu urusan perut atau urusan pangan adalah hal yang paling utama," katanya saat diwawancarai pada Sabtu, (13/08)

Alumni Mahasiswa Unitri itu juga mengungkapkan, film tersebut tidak akan di upload ke platform Youtube. Akan tetapi, dilakukan melalui program sawer film dan diskusi, yang dapat melahirkan pemikiran-pemikiran baru dan solusi dari segala permasalahan. 

"Mungkin kami sedikit kecewa, karena film ini tidak akan di uploud di Youtube. Karena jika kami upload di platform youtube berbayar, yang hanya sekitar lima ribuan orang bisa menonton, dan mungkin komentarnya satu arah sehingga tidak adanya feedback. Oleh karena itu, salah satunya kami lakukan melalui sawer film. Karena kami ingin, adanya diskusi agar kesadaran dipupuk dan melahirkan pemikiran-pemikiran dan solusi yang baru", ungkapnya.

Diketahui, tim Ekspedisi Indonesia Baru akan memproduksi satu film pada setiap bulan. Sehingga, dalam satu tahun ada sebanyak 12 film yang diproduksi, tetapi belum termasuk buku, foto, dan beberapa produk lainnya.

Benaya pun mengharapkan, supaya apa yang sudah menjadi misi Ekspedisi Indonesia Baru, dapat menyadarkan masyarakat melalui film-film dokumenter yang diproduksi.

"Harapannya sesuai dengan misi kami, yaitu adanya kesadaran-kesadaran kecil yang dipupuk melalui banyak hal salah satunya nobar ini. Kami sengaja membuat nobar bioskop rakyat, biar ada interaksi dua arah antara pemateri yang berkompeten di bidangnya dengan para penonton," harapnya. 

Salah satu tim editor Times Indonesia, Wahyu Nurdiyanto mengutarakan media dalam film tersebut, berperan untuk memberikan solusi dan pengetahuan baru bagi penontonnya.

"Poin penting dari film ini untuk jurnalistik, bahwa ini tidak sekedar menyuarakan tetapi ada solusi. Media harus memberikan solusi, selain pengetahuan baru kepada pembaca atau pemirsa. Tetapi juga harus bisa memberikan solusi lain, seperti dalam film ini solusinya yaitu pembentukan koperasi, penguatan kelompok, dan manejemen isu," ucapnya. 

Wahyu menambahkan bahwa realitas media yaitu mencari keuntungan. Misalnya, media menyuarakan sesuatu yang trending dan menarik tanpa mempertimbangkan pentingnya informasi yang diberitakan. 

"Realitas media harus dipahami, bahwa media adalah industri yang mencari keuntungan tetapi kembali lagi ke masing-masing media. Apakah menyuarakan kelompok marginal atau sebaliknya. Akan tetapi, media harus tetap bisa memberikan solusi dari masalah yang terjadi," tambahnya. (Hendrikus Harum dan Maria Angelina Mina)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.