Seruan Aksi “Di Tangan Oligarki, Demokrasi Mati” Dilakukan Oleh Front Rakyat Melawan Oligarki Se-Malang Raya

Lpm-papyrus.com
Suasana berlangsungnya aksi


Lpm-papyrus.com- Seruan Aksi “Di Tangan Oligarki, Demokrasi Mati” dilakukan oleh mahasiswa dan seluruh elemen masyarakat yang tekagabung dalam Front Rakyat Melawan Oligarki Se-Malang Raya. Ribuan massa aksi memenuhi Depan Gedung DPRD Kota Malang, Senin (23/09/19).

Dalam setiap orasi perwakilan dari masing-masing organisasi mahasiswa maupun masyarakat menyerukan tuntutan kepada kawan-kawannya untuk membakar semangat dan terus bergerak melawan ketidak adilan yang pro kepada masyarkat kecil.

Koordinator Lapangan Al Ghozali ketika ditemui awak media mengatakan, bahwa ada beberapa aturan yang menjadi sorotan publik hari ini yang belum diselesaikan oleh DPR-RI dan Pemerintah. Diantaranya, bahwa RUU Pertanahan yang pro investor dan memberangus hak-hak rakyat atas tanah, seperti memidanakan warga yang tidak mau di gusur tanahnya. Saat ini juga seadang dikebut pembahasan oleh DPR RI dan kemungkinan akan disahkan dalam waktu dekat.

“Bahwa RUU pertanahan menafikan data-data penguasaan tanah untuk investasi dan pembangunan infrastruktur yang pro investor, dan meningkatkannya trend pengrusakan lingkungan oleh korporasi. Bahwa kemungkinan disahkannya  RUU Pertanahan tepat pada 24 September 2019 adalah bentuk ‘pelecehan’ terhadap kaum tani, karena bersamaan dengan Peringatan Hari Tani, menunjuk lahirnya UUPA No 5 Tahun 1960 yang populis,” jelasnya.
Demo mahasiswa Malang
Aksi di depan Gedung DPRD Kota Malang

Lebih lanjut Al Ghozali menambahkan, bahwa masih ada problematika hukum yang belum diselesaikan oleh DPR-RI dan Pemerintah. Hari ini yang mengakibatkan masyarakat kecil tidak lagi mempercayai rezim yang berkuasa. Juga banyak undang-undang yang dikeluarkan untuk membatasi kebebasan berpendapat di muka umum.

“Kita sebagai Front Rakyat Melawan Oligarki akan terus berupaya mengadakan konsolidasi dengan berbagai elemen masyarakat untuk menghasilkan satu gerakan dan tujuan bersama untuk keadilan,” imbuhnya.

Menurut pantauan Papyrus di lapangan, massa membubarkan diri pada pukul 13.00 WIB dan tidak mendapat respon dari pihak anggota Dewan Pewakilan Rakyat Daearah (DPRD) serta Pemerintah Kota Malang. (asra)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.