Mahasiswa Asal Sumba, Umbu, Kritik Konten Wisata yang Abaikan Etika Budaya


Bung Umbu, salah satu mahasiswa  Universitas Tribhuwana Tunggadewi (UNITRI) Malang, asal Sumba Barat Daya, kritik video viral Rategaro, "serukan jaga citra budaya dan wisata NTT".

Papyrus — Sebuah video viral yang diunggah oleh akun “Jajago Keliling Indonesia” memicu kontroversi setelah menampilkan anak-anak di Kampung Adat Rategaro, Sumba Barat Daya, meminta uang kepada pengunjung. Anak-anak yang terekam dalam video tersebut diketahui masih berusia di bawah 12 tahun, dan penyebaran kontennya dilakukan tanpa izin serta tanpa penjelasan yang memadai mengenai konteks budaya setempat.

Menanggapi hal ini, Umbu, mahasiswa asal Sumba Barat Daya yang kini menempuh studi di Malang sekaligus jurnalis kampus di Unitri, menyampaikan kritik keras terhadap konten tersebut. Ia menilai tindakan merekam dan menyebarkan video tersebut mencerminkan kelalaian dalam memahami etika digital, khususnya ketika dilakukan di wilayah adat yang memiliki nilai sakral.

“Kalau memang ingin mengedukasi, mestinya dengan pendekatan dialogis, bukan menyebar video yang bisa membentuk citra negatif suatu daerah,” ujar Umbu.

Umbu menekankan bahwa kritiknya bukan ditujukan kepada masyarakat Rategaro, melainkan kepada pembuat konten yang menurutnya gagal memahami dampak sosial dari tayangan yang mereka sebarkan.

Kepala Suku Rategaro juga turut memberikan pernyataan. Ia menegaskan bahwa pemberian dari tamu kepada warga, khususnya anak-anak, bersifat sukarela dan bukan kewajiban.

Insiden tersebut, menurutnya, bukanlah representasi adat Rategaro, melainkan cerminan dari kurangnya edukasi dan pendampingan kepada anak-anak serta pengunjung.

“Pemberian dari tamu adalah sukarela, bukan kewajiban. Ini terjadi karena belum adanya edukasi yang cukup, baik bagi anak-anak maupun wisatawan yang belum memahami nilai budaya lokal,” jelasnya.

Sebagai bentuk tanggung jawab sosial dan kultural, Umbu bersama masyarakat mendesak agar video tersebut segera dihapus demi melindungi anak-anak dan menjaga nama baik budaya Sumba. Mereka juga mendorong agar Pemerintah Kabupaten Sumba Barat Daya bersama dinas terkait segera mengambil langkah tegas melalui program edukasi, serta pelibatan aktif tokoh adat dalam pengelolaan pariwisata.

“Kita perlu etika digital, empati, dan penghormatan budaya dalam konten pariwisata,” tegas Umbu.

Ia berharap praktik pariwisata berbasis budaya di Indonesia dapat tumbuh dengan cara yang lebih sehat, manusiawi, dan saling menghormati, baik antara pelaku konten maupun masyarakat lokal.(Raider)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.