Mahasiswa UNITRI Kritik soal Pendidikan di Indonesia Timur:Negara Belum Hadir Secara Utuh


Papyrus-Ketimpangan pendidikan di wilayah Indonesia Timur kembali menjadi sorotan. Mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Universitas Tribhuwana Tunggadewi (UNITRI), Gusty Naldi, menyampaikan kritik tajam terhadap lambannya respons pemerintah dalam menangani ketertinggalan pendidikan di daerah seperti Papua, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Maluku.

Dalam wawancara yang dilakukan baru-baru ini, Gusty menilai bahwa capaian nasional di bidang pendidikan tidak mencerminkan realitas yang dihadapi anak-anak di wilayah timur Indonesia. Meskipun data Kemendikbudristek mencatat adanya lebih dari 53,32  juta peserta didik di 448,367 ribu satuan pendidikan pada 2024, angka itu dianggap tidak mencerminkan pemerataan.

“Di banyak sekolah di wilayah terpencil, fasilitas dasar seperti ruang kelas yang layak, air bersih, toilet, bahkan akses teknologi digital masih menjadi kemewahan. Ini bukan sekadar kurang, tapi bukti bahwa negara belum hadir secara utuh,” ujar Gusty.

Mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2022, ia mengungkapkan bahwa lebih dari 30 persen sekolah di daerah terpencil tidak memiliki fasilitas yang memadai. Hal ini menjadi indikator nyata kegagalan pemerataan pendidikan yang seharusnya menjadi prioritas negara.

Gusty juga menyoroti distribusi tenaga pendidik yang masih timpang. Menurutnya, insentif rendah dan minimnya jaminan kesejahteraan membuat banyak guru enggan ditempatkan di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar).

“Bukan para guru yang tidak mau mengabdi, tapi sistem yang tidak memberikan dukungan. Hidup di wilayah terbatas tanpa insentif layak, siapa yang sanggup bertahan?”, ucapnya.

Masalah lain yang tak luput dari perhatian adalah rendahnya inklusi digital, terutama bagi siswa penyandang disabilitas. Laporan AIDRAN tahun 2024 menyebut bahwa platform pembelajaran digital belum sepenuhnya ramah bagi pelajar disabilitas di Indonesia Timur.

“Ketika akses digital tidak inklusif, itu sama saja dengan menghalangi masa depan anak-anak disabilitas. Ini bentuk pengabaian yang serius dari negara,” kata Gusty menegaskan.

Ia menyerukan agar pemerintah tidak hanya berpuas diri dengan laporan statistik semata, melainkan mengambil langkah nyata yang mencerminkan keberpihakan pada keadilan pendidikan. Beberapa tuntutan yang disampaikan antara lain:

-Pemerataan pembangunan fasilitas pendidikan

-Insentif dan kesejahteraan yang layak bagi guru di daerah 3T

-Pelatihan guru yang relevan dengan konteks budaya lokal Teknologi pendidikan yang inklusif dan mudah diakses

-Evaluasi kebijakan berbasis keadilan sosial

“Pendidikan yang merata bukan sekadar janji politik, tapi wujud nyata dari keberpihakan negara pada rakyatnya. Jika ini diabaikan, keadilan sosial hanya akan jadi slogan kosong,” pungkasnya. (Umbu raider)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.